Sudut Eksotis Pulau Bali : Nusa Penida Hari 1

Anonymous

Spring break selama 2 minggu ini membuat saya merencanakan banyak hal dan aktivitas yang sebelumnya terhenti karena bekerja. Sempat terlintas pulang kerumah, jalan-jalan mengelilingi tempat wisata di Bali yang belum sempat dikunjungi, menyelesaikan rajutan, menulis kembali novel yang tertidur lama, dan memulai proposal thesis. Di hari-hari terakhir masuk sekolah sebelum liburan ini, masih belum bisa saya putuskan rencana yang pasti.

Lalu kemudian di hari terakhir, saya beranikan diri bercakap sebentar dengan salah seorang guru untuk meminjam sebuah buku yang sudah lama buat saya penasaran. Ya, jelas itu adalah buku tentang TRAVELING berjudul “100 Countries 5000 Ideas”. Dari perbincangan singkat itu, malahan saya ditawari untuk ikut volunteering program di Nusa Penida. Wah, kenapa tidak? Meskipun saya sedikit ragu dengan tanggal bila berangkat bersamaan dengan teman saya yang seorang guru Bahasa Inggris itu.

Jadi kami berdua memutuskan untuk menjadi volunteer di sebuah yayasan bernama FNPF. Yayasan ini mempunyai kantor pusat di Ubud, namun dalam menyelenggarakan kegiatan ada di dua tempat yaitu di Nusa Penida dan Tabanan. Di Nusa Penida lebih menekankan pada konservasi burung dan terdapat kegiatan lainnya terutama pelajaran Bahasa Inggris untuk penduduk setempat. Sedangkan yang di Tabanan lebih fokus kepada proyek hewan-hewan yang dilindungi. Tak hanya di Bali, FNPF juga bergerak di bidang konservasi hutan di Kalimantan.

Lalu kemudian setelah komunikasi lebih lanjut saya putuskan untuk ikut volunteering disana. Di awal pembicaraan, kami berdua mendapatkan tugas untuk membantu membuat silabus kurikulum Bahasa Inggris per bulan untuk membantu yayasan dalam mengajarkan Bahasa Inggris. Hal ini dikarenakan volunteer yang datang ke yayasan tidak tetap. Supaya pelajaran Bahasa Inggris yang diberikan tidak terputus maka dibuatlah silabus tersebut.

Saya baca lebih lanjut lagi mengenai yayasan ini. Awalnya sempat ragu karena sebelumnya saya belum pernah sama sekali menjadi volunteer yang resmi ada di bawah yayasan. Namun akhirnya memutuskan ikut juga. Berhubung kunjungan kali ini selama 4 hari, dan tidak mungkin membawa motor dan menitipkannya (takut hilang :D), maka saya putuskan naik angkutan pengumpan sarbagita dan selanjutnya naik sarbagita dari halte terdekat menuju Sanur. Tapi sayangnya pagi itu saya tidak menemukan satupun angkutan pengumpan ataupun Sarbagita. Alhasil saya jalan kaki dari tempat kosan samapai dengan Renon sekitar 10 km lalu ketemu angkot. Sebenarnya itu sudah dekat dengan Sanur tetapi karena harus mengejar speed boat Caspla, saya naik angkot dan kena charge 10 ribu. 

Perlu berhati-hati dengan angkutan umum di Denpasar karena mereka seringkali melakukan scam dengan meminta harga yang tidak masuk akal. Ketika pulang dari Nusa Penida, saya tanya sekali lagi ke sopir angkot tarif dari Sanur ke kos saya, di charge 50 ribu! Itu setara dengan naik taksi. Namun teman saya ini berbaik hati mengantarkan saya pulang. Lumayan

Karena keterlambatan saya pagi itu, kami berdua melewatkan kapal paling pagi : Maruti. Kami menyeberang dari pelabuhan Sanur. Disana, harga speed boat sekali jalan adalah 75 ribu. Sedangkan pilihan lain yang sedikit lebih murah bisa dengan menumpang kapal biasa seharga 55 ribu yang tentunya lebih lama dari speed boat. Perjalanan dengan menggunakan speed boat memakan waktu sekitar 40 menit. Pada akhirnya pulang pergi Sanur-Nusa Penida kami menggunakan Caspla. Setiap speed boat dan kapal biasa mempunyai pelabuhan sendiri. Caspla berlabuh di Pelabuhan Buyuk, Kapal biasa di Pelabuhan Sampalan, dan Maruti di Toya Pakeh.

Dalam perjalanan, saya berunding dengan teman saya mengenai persewaan motor. Umumnya per hari dikenai tarif 50 ribu. Namun dari informasi teman saya yang dulunya pernah pinjam motor disana, per hari dikenakan biaya 75 ribu. Padahal dia akan tinggal selama 7 hari disana. Akhirnya setelah mendarat kami nego dengan tukang ojek disana. Syukurnya Bapak tukang ojek tersebut mau memberikan harga 50 ribu/harinya. Beliau juga berpesan apabila kembali lagi ke Nusa Penida mohon hubungi kembali apabila memerlukan sepeda motor. Well, pastinya iya karena harganya sudah jelas.

Kami tidak langsung menuju yayasan tapi nongkrong dan makan siang dulu di Pelabuhan Sampalan. Kami makan tipat dan pepes ikan disana sambil menikmati suara deburan ombak dan birunya langit. Wah…rasanya benar-benar bahagia sekali. Lepas dari kepenatan pekerjaan dan lainnya. Tenang sekali. Ditambah, teman saya ini bawa bluetooth speaker, makan di pinggir pantai dengan memandang keindahan laut dan gunung sambil mendengarkan musik. Hm…kebayang kan bahagia dan rileksnya? Total makan siang hari itu murah banget. Sepiring tipat dan pepes ikan ditambah dengan air es sirup Cuma 9 ribu saja.

.
 

Setelah 1 jam menghabiskan waktu disana, kami langsung menuju yayasan. Disana kami mendapatkan tempat tidur double bed dengan ranjang terpisah. Ukuran kamar cukup untuk 2 orang dilengkapi dengan kipas angin dan sebuah lemari. Kamar mandi juga tersedia. Yayasan ini punya 2 kantor yang beroperasi di tempat yang berbeda. Namun nantinya akan menjadi satu tempat di atas (bukit). Sedangkan kantor di bawah (dekat pantai) tidak akan beroperasi lagi. 

Yayasan ini terletak di daerah Ped. Dekat dengan Pura Dalem Ped yang terkenal di Nusa Penida selain Pura Goa Giri Putri. Ketika sampai disana, kami mengobrol dengan keluarga dari Kanada yang menghabiskan waktu liburan bersama di Nusa Penida selama 2 hari. Mereka mengambil cuti selama 8 bulan untuk berkeliling dunia di Asia Tenggara dan berakhir di China nantinya. Ketika saya tanya bagaimana dengan pekerjaan yang ditinggal selama 8 bulan dan bagaimana dengan sekolah anak-anak mereka. Mereka menjelaskan bahwa mereka mengambil cuti karena bayi mereka (usia 4 bulan). Ternyata maternity leave di Kanada tidak hanya berlaku untuk istri saja namun juga untuk suami dan nggak tanggung-tanggung selama 9 bulan lamanya. WOW!!!

Kami berbincang-bincang dengan salah seorang staf siang itu sambil menunggu Pak Damai dan Joni yang sudah kami hubungi tentang kedatangan kami. Beliau bercerita tentang masyarakat Nusa Penida mengenai mata pencaharian (rumput laut dan perikanan),usahanya untuk mengajak masyarakat sekitar bercocok tanam sendiri, dan mengenai yayasan. Yayasan ini lebih dikenal dengan yayasan burung oleh masyarakat sekitar. Karena memang pada awalnya yayasan ini didirikan dengan kepedulian terhadap burung-burung yang hidup bebas di Nusa Penida. Saya melihat dengan sendiri burung Jalak Bali yang dilindungi terbang bebas di alam sini. Sungguh!

Hari pertama ini, acara bebas. Kami berdua memilih Crystal Bay sebagai destinasi pertama. Hm, kenapa sih namanya Crystal Bay? Ternyata memang cocok dinamai Crystal Bay karena kilauan air laut yang diterpa oleh sinar matahari itu terlihat seperti batuan kristal. Disana kami menghabiskan waktu cukup lama sampai matahari hampir terbenam. Cocok banget sambil minum air kelapa muda asli tanpa gula seharga 20 ribu. Awalnya sih kaget karena tahun lalu teman saya berkunjung kesini hanya dihargai 10 ribu. Tapi tahun lalu itu sangat sepi dan bahkan tidak ada turis karena memangbelum terjamah.

Kelapa Raksasa ?!

Oh ya, selama disini jangan berharap jalan menuju Crystal Bay itu bagus. Meskipun sudah di aspal namun aspalnya berkualitas rendah sehingga banyak berlubang sana sini dan jalan naik turun cukup curam karena melewati tebing. Namun semuanya terbayar karena indahnya. Ikan warna warni bisa dilihat dengan mata telanjang di pinggiran pantainya. Tidak perlu sewa boat untuk ke tengah karena ikan bisa dilihat tidak jauh dari pantai. Cukup bawa google glasses-mu sendiri!

Totally beautiful!!

Seperti biasa, ketika mengunjungi tempat wisata manapun hasrat untuk fotografi langsung muncul. Saya bidik beberapa gambar dengan obyek yang ada disana. Lumayan, sekalian belajar fotografi.






Dancing in the beach
Cuma jadi tukang foto aja enggak cukup dong yah, saya juga mau jadi modelnya! Hahaha. Ini hasil bidikan teman saya
Angel down to earth

Matahari sudah menunjukkan tanda-tanda akan tenggelam. Kami segera kembali ke penginapan sebelum gelap. Jangan harap di pinggir jalan ada lampu jalan. Kami hanya mengandalkan lampu dari sepeda motor saja! Malam itu kami memutuskan makan malam di pasar senggol yang ada di kota. Kami berdua, jujur gagal paham dengan tempat yang disebut oleh orang-orang sebagai “kota”. Kalau ini kota, lalu denpasar apa? Kuta? Jakarta? Jepang? Namun di perjalanan kami berikutnya kami memahami kenapa ini disebut dengan kota. Setelah puas dan kenyang kami kembali ke penginapan. Waktu belum menunjukkan pukul 9 namun jalanan sudah sepi. Serasa pukul 1 pagi di Denpasar. Malam itu kami memilih berbincang dan bertukar pikiran di penginapan sampai mata menjadi berat dan bermimpi di awan.

Rincian Biaya Hari Pertama :

Angkot : 10.000
Speed Boat : 75.000
Bensin : 5.000 ( bagi dua dengan teman)

Makan Siang : 9.000
Kelapa Muda : 20.000
Popmie : 5.000
Makan malam : 12.000

Peralatan mandi : 16.000

Sub Total : Rp 152.000,-