Sensasi naik pesawat Air Asia dari Phuket ke Bangkok itu….menyenangkan! Biasanya saya mendengarkan penjelasan dari pramugari atau pilot dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris namun kali ini dalam Bahasa Thai yang terdengar lucu banget buat saya.
Saya duduk di sebelah cowok Thailand yang sebenernya mukanya mirip orang Indonesia. Dia lagi asyik baca buku dalam tulisan Thailand. Saya ngintip sedikit bukunya dan pusing, lalu tertawa geli sendiri seperti orang gila. Dalam 1 jam ke depan saya akan tiba di Bangkok, ibukota Thailand.
Sebelumnya saya sudah janjian dengan host saya di Bangkok untuk bertemu di BTS Mochit. Namanya Noppol Maypuang alias Tao. Rumah Tao ada di daerah Nonthaburi dan memang tidak berdekatan dengan tempat wisata, namun akses transportasi apa saja ada yang akhirnya menjatuhkan pilihan saya untuk tinggal dengan Tao.Saya nggak menyangka bahwa host saya inilah yang bikin saya berpetualang dengan asyiknya selama di Bangkok meskipun kunjungan saya sangat singkat. Sekali lagi couchsurfingberperan besar dalam mempertemukan saya dan Tao.
Begitu landing di Don Mueang International Airport, saya langsung menuju pintu keluar dan berdiri di tempat menunggu bis sesuai arahan Tao. Sebelumnya saya sempat bertanya pada security disana dimana saya harus menunggu bis A1, dan dia dengan senang hati mengarahkan saya dan memberi tahu berapa harga yang harus saya bayar yaitu sebesar 30THB. Helpful banget pokoknya, nggak usah khawatir.
Tidak berapa lama kemudian, bis A1 datang dan saya langsung naik berebut tempat duduk dengan penumpang lainnya. Saya menikmati perjalanan naik bis ini, melihat pemandangan sepanjang jalan menuju BTS Mochit dan membaca papan tulisan yang ada. Keadaan jalannya mirip dengan Jakarta, sampai lupa kalau saya lagi ada di Bangkok hehe.
Hampir seluruh penumpang turun di BTS Mochit termasuk saya. Rencananya kami bertemu di area BTS Mochit tepat setelah eskalator. Sampai sana, eh orangnya nggak ada. sebelumnya juga dia tinggalkan nomer HPnya untuk menelepon apabila saya tidak bisa menemukan tempat janjian. Okelah saya tunggu dulu barangkali dia sedang dalam perjalanan. Sambil menunggu saya membeli teh rasa apel yang enak banget cuma sayang lupa apa namanya. Pokoknya di setiap BTS dia ada gerobaknya dan wajib dicoba.
Baru bayar dan nyeruput teh, eh udah ada Tao di belakang saya. Saya langsung exciteddadah-dadah ke dia. Dia kemudian menanyakan rencana saya kemana saja. Sebetulnya itinerary sudah di tangan cuma saya sendiri nggak sreg dengan itinerary yang saya buat ahahaha. Akhirnya saya serahkan ke Tao saja dia mau ajak saya kemana. Tujuan pertama kami adalah toko buku yang lagi ada diskon. Tempatnya nggak di tepi jalan besar dan kami pilih naik ojek, yang paling murah ongkosnya hanya 10 THB. Padahal kalau dirupiahkan 10THb hanya sekitar 4000an dan jarak tempuh 10THB itu lumayan jauh loh. Jadi inget ojek di Phuket sebesar 50THB dengan jarak yang lebih dekat .
Disana diskonan buku nggak tanggung-tanggung, asli murah banget!!! Pengen beli!!!! Setelah lihat-lihat dalemnya eh semua dalam Thai. Saya beranikan diri tanya ke petugasnya ada nggak yang dalam Bahasa Inggris, katanya nggak ada. Jadi cukup puaslah saya nemenin Tao waktu itu dengan potret buku, buka-buka lihat gambarnya dan mereka-reka apa ceritanya. Hahahaha.
Tuh kan murah banget!!! Enam buku cuma seharga 100THB alias 42ribu ajaBikin ngiler pengen beli, tapi sayang tulisan ular semua
Setelah itu, saya dan Tao menuju Pantip Plaza. Dianya sendiri nggak tahu gimana cara kesana, LOL banget deh. Dia tanya officer di toko buku sana dan rejeki banget dia panggil temennya buat nganterin kita sampai ke halte bis naik mobil. Saya bener-bener terimakasih banget sama bapaknya itu deh.
Tao itu ramah banget. Salah satu buktinya waktu kami menunggu angkot ke Pantip Plaza disana ada 6 orang anak SD yang ikutan menunggu juga. Tao ini ajak bicara mereka dan sepertinya dia kasih tau bahwa saya adalah turis. Dia meminta anak-anak ini untuk coba ngomong dengan saya pakai Bahasa Inggris. Lalu sibuklah mereka buka google translatedan mencoba ngobrol dengan saya pakai malu-malu. Tidak hanya di halte saja mereka mencoba ngobrol, tetapi juga dalam angkot. Sampai penumpang yang lain ikutan tertawa. Seneng juga sih rasanya, berkat mereka saya jadi tertawa dan menambah cerita perjalanan saya. Ternyata saya berhenti sama dengan anak-anak tersebut. Saya coba ambil foto dengan mereka dan salah satu dari mereka menanyakan facebook saya. Hahaha.
Apa sih Pantip Plaza? Jadi isinya macem-macem banget. Ada yang jualan HP, elektronik, tas, sampai pernak pernik jimat dan Budha ada! Kami langsung menuju ke lantai yang paling atas. Kalau di lantai bawah semua pedagang punya kios sendiri-sendiri, lain dengan disini. Mereka menggelar dagangannya di lantai. Lagi-lagi Tao sibuk cari buku disana, dan memang ada banyak buku bekas sampai baru disana. Jualannya pun macam-macam nggak bisa saya sebutin satu-satu. Saya dapet cut shirt seharga 20THB saja alias cuma 8000 perak!Kios baju bekasSepatu!!!Murah pake banget. Rata-rata 100THBGagal paham saya ama barang jualannyaIni yang bikin nyesel setelah meninggalkan Bangkok. Kalau dipikir-pikir murah banget sepatu cuma 42 ribu perak
Kami putar-putar di lantai paling atas Pantip Plaza selama kurang lebih 2 jam! Haus plus lapar pula. Pas banget di sudut lantai ini ada food corner, langsung deh serbu sekaligus makan siang. Saya pilih nasi goreng seharga 35THB. Rasanya mirip dengan nasi goreng di Indonesia jadi ya enak-enak aja. Dan kita bisa pilih topping apa aja yang mau dicampurkan ke nasi goreng kita.
Food court ala Pantip Plaza |
Bebas milih topping apa aja buat Nasi /Mie Gorengmu |
Sosiiiisss…sepertinya halal soalnya yang jual muslim hehehe |
Setelah selesai makan kami mengambil tas titipan di kios tempat Tao beli buku pertama kali. Kami berdua menuju rumah Tao untuk beristirahat sebentar dan berkeliling sore harinya. Begitu keluar dari Pantip Plaza, ugh langsung terasa panasnya Bangkok menyengat di kulit, Denpasar aja kalah panas! Kami memutuskan naik taksi, karena lebih praktis kata Tao. Saya ngikut aja dan dia yang bayarin. Say thank you again to you Tao!
Saya diantar berkeliling di rumah Tao. Rumahnya terkesan ala Thailand banget yang masih terbuat dari papan kayu. Kamarnya di lantai dua, berlantai dan berdinding kayu. Kasur dan bantalnya juga dari kayu. Mendadak disko saya membayangkan nanti malam nggak bisa tidur karena kasurnya cuma dipan kayu. Tapi ternyata saya salah, saya tidur pulas pake banget .
Sambil beristirahat dan membersihkan diri, saya berbincang-bincang dengan Ibunya Tao dengan bahasa tubuh, dan tentunya sedikit canggung. Sesekali Tao membantu mengartikan. Saya keluarkan oleh-oleh kopi luwak yang saya bawa dari rumah dan bingkai asli Bali. Ibunya terlihat senang karena kata Tao, beliau memang suka kopi. Satu hal yang membuat saya tertawa lebar adalah kejadian Ibunya Tao yang tiba-tiba masuk ke dalam lalu membawa fotonya jaman muda. Dia bicara dengan Bahasa Thai menggebu-gebu kepada saya seolah saya dianggap mengerti sambil tertawa-tawa. Ternyata Ibunya senang dapat bingkai karena ada satu foto jaman mudanya yang selama ini cuma dipasang tanpa bingkai. Hahaha, padahal itu cuma hal kecil kalau dipikir, tapi ternyata bisa berguna juga. Saya membantu Ibunya untuk memasang foto dan menggunting ujungnya sedikit agar pas ke dalam bingkai. Jujur, foto Ibu jaman muda yang masih hitam putih itu terlihat cantik sekali.
Ketika sudah menunjukkan pukul 3 sore, kami bergegas pergi dan pamitan kepada Ibunya Tao. Awalnya saya bilang ke Tao bahwa saya ingin mengunjungi Baiyoke Tower dan melihat sunset. Tapi kata dia mahal, dan dia merekomendasikan sebuah restoran dengan pemandangan sunset dan sungai Chao Praya yang lebih bagus daripada membayar mahal ke Baiyoke. Awalnya saya ragu, namun saya ikut dengan dia. Saya yakin orang lokal pasti lebih paham dan ternyata memang ajib banget pemandangannya!
Dari rumah Tao, kami transfer kendaraan berkali-kali. Naik ojek turun depan gang yang langsung terhubung jalan besar sambung naik bis. Kebetulan kami naik bis yang agak bagus seharga 13THB. Kami berhenti di Saphan Taksin Pier, yang mana ini adalah pier yang paling ujung. Setelah itu kami naik perahu menyusuri sungai Chao Praya seharga 26THB. Sambil menunggu penumpang saya terkejut karena di sungai tersebut ada banyak ikannya dan gede banget sepaha orang dewasa. Yakin deh kalau di Indonesia ini sudah dipancing orang, hahaha.
Naik perahu melintasi Sungai Chao Praya |
Tao…Kemana-mana selalu bawa buku |
Ternyata asyik juga naik perahu menyusuri sungai Chao Praya ini sambil sesekali terkena cipratan air. Ini pengalaman baru dan seru untuk saya karena sejak menginjakkan kaki di Bangkok, dalam waktu beberapa jam saja saya sudah menjajal 6 jenis transportasi publik yang berbeda!
Tao mengundang temannya Ploy untuk bergabung dengan kami waktu itu. Kami menunggu di pier beberapa saat dan kemudian berjalan menyusuri gang kecil disana. Jujur saja awalnya saya bener-bener nggak menyangka ada restoran dengan view sunset yang bagus karena jalan menuju kesana itu masuk ke gang sempit dan cenderung kumuh seperti perkampungan. Jadi sebenarnya River Vibe ini gabungan antara Guest House. Sedangkan restaurannya sendiri terletak di lantai paling atas namun di area terbuka. Lebih lanjut tentang River Vibe bisa klik disini.
Sampai di River Vibe ternyata masih sepi, dan beruntung sekali bisa ambil spot yang strategis. Kami duduk bertiga di bagian paling pinggir sambil ngobrol cantik dan pesen makanan. Menurut saya harga makanannya cukup pas dikantong, dan rasanya memang enak. Nggak nyesel deh apalagi pas banget dapet view sunsetnya ! Sampai di sana nggak lupa saya minta password wifi biar konek internet dan memberi kabar keluarga di rumah yang pastinya sudah khawatir apakah saya selamat dengan utuh apa tidak hahaha.
Ploy dan Tao memberikan rekomendasi makanan buat saya untuk dipesan. Pas mau pesen, eh saya jadi susah berkedip soalnya waiternya ganteng hahaha.
Saya dan Ploy |
Papaya Salad khas Thailand. Enak, asem-asem manis hahaha |
Karena hari itu malam Minggu, suasana restoran sedikit ramai. Sebenarnya saya juga memasukkan China Town di Yaowarat dalam itinerary saya. Namun karena Ploy harus pulang dan Tao sudah ada janji dengan temannya mereka tidak bisa menemani. Namun mereka tetap saja menyuruh saya untuk jalan sendiri. Tao menulis alamatnya di secarik kertas dengan Bahasa Thai dan memberi tahu bagaimana cara pulang dengan naik MRT di Hua Lamphong dan transfer dengan bus. Dia juga menuliskan nomor teleponnya. Kalau tersesat tinggal tanya orang, begitu katanya dengan enteng, sedangkan saya sudah mau nangis-nangis darah. Akhirnya saya putuskan untuk jalan-jalan sendiri di China Town malam itu. Ploy dan Tao menemani saya berjalan sampai di gerbang China Town, kemudian kami berpisah disana.
Gerbang China Town |
Kuil dekat gerbang di China Town |
Pengalaman saya jalan-jalan di China Town jadi ngiler abis. Macam-macam jajanan dari ringan sampai berat, dan juga penjaja aneka minuman lengkap disana! Karena niat saya hanya jalan-jalan, maka saya tidak mampir untuk makan meskipun baunya sangat menggoda. Apalagi disini banyak sekali chinese food yang baunya menggoda.
Saturday Night at China Town |
Ini kacang yang jadi barang dagangan di film Takaenoi |
Sejak melihat pajangan minuman sari buah, saya pengen banget beli sari buah delima. Penasaran seperti apa rasanya dan memang terlihat menarik sekali. Akhirnya saya putuskan membeli botol yang besar seharga 40 THB,. Saat itu saya bayar dengan pecahan 100THB dan lupa akan kembalian. Saya jalan jauh dan dikejar oleh penjualnya dengan melambai-lambaikan uang kembalian saya. Duh ibu terimakasih sekali sudah jujur, upah besar di surga menanti ibu….
Sari jeruk asli. Sepanjang jalan harganya sama. Botol kecil 30THB sedangkan botol besar dijual 40THB |
Delima…nggak bisa nahan iman saya….Akhirnya beli juga setelah 30 menit mikir hahahaBotol besar ternyata nggak gede-gede amat |
Puas berkeliling, saya memutuskan untuk pulang kerumah Tao. Karena jam operasi terakhir MRT adalah pukul 22:00 saya takut tidak bisa pulang. Saya berjalan ke arah stasiun Hua Lamphong. Malam itu, jalanan menuju stasiun Hua Lamphong tidak banyak orang tapi saya aman saja jalan sendiri. Sampai di depan stasiun bingung bagaimana masuknya, karena semua pintu tertutup tidak terbuka seperti kebanyakan stasiun yang ada di Indonesia. Akhirnya bisa masuk juga, ternyata memang pintunya tertutup dan ada penjaganya.
Saya membeli tiket kereta api ke arah Bang Sue seharga 30THB. Karena saya tidak tahu yang mana keretanya, saya tanya ke orang lokal yang kebetulan ada di sekitar platform. Eh ternyata mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Akhirnya saya nekat masuk ke sebuah kereta api dengan menerka-nerka nomor kereta dan platformnya. Saya tanya ke satu keluarga yang duduk di kereta itu apakah tiket yang saya punya memang benar untuk kereta tersebut. Lagi-lagi ternyata keluarga tersebut tidak bisa berbahasa Inggris. Bahkan anaknya sempat buka google translate meskipun pada akhirnya tetap tidak bisa membantu.
Setelah naik turun kereta dan tanya sana sini, akhirnya ketemu juga kereta yang harus saya naiki. Kebingungannya adalah tiket saya tidak ada nomor tempat duduk dan gerbongnya. Akhirnya salah seorang petugas membantu saya dan saya dipersilahkan duduk di dekat petugas di gerbong paling belakang sendiri.
Tidak lama kemudian saya sampai di stasiun kereta Bang Sue. Salah seorang petugas memberi tahu saya dimana saya harus menunggu untuk naik bis selanjutnya. Karena kurang yakin dengan nomor bus yang harus saya naiki, saya bertanya kepada salah seorang yang juga menunggu bus untuk menanyakan ke kondektur apakah saya bisa menumpang bus itu untuk menuju alamat yang akan saya tuju. Beruntungnya itu mas-mas bisa bahasa Inggris, tak lupa saya mengucapkan terimakasih dalam Bahasa Thai.
Bus yang saya naiki ternyata adalah bus ekonomi yang tarifnya hanya 6,5THB. Lucu ya ada 0,5nya. Meskipun begitu kondektur yang sudah ibu-ibu berusia sekitar 50tahunan itu benar-benar memberikan kembalian 0,5nya! Saya beruntung bisa mendapatkan uang koin 0,5 THB tersebut meskipun nilainya kecil. Lumayan untuk menambah koleksi saya. Saya tunjukkan tempat tujuan turun saya, karena saya memang tidak paham betul, buta arah dan tidak ada koneksi internet. Dengan berbahasa tubuh dia memberi tahu saya bahwa sebentar lagi saya harus turun, tak lupa saya mengucapkan salam berterimakasih.
Setelah turun, JENG JENG saya nggak tahu harus kemana, saya lupa T.T. Mau telepon Tao saya nggak nemu telepon umum. Akhirnya cuma jalan mengandalkan ingatan dan akhirnya memang sampai juga. Saya lihat banyak tukang ojek mangkal di depan gang pertanda saya jalan ke arah yang benar. Sampai di rumah Tao, ternyata abang dan ibunya sudah menunggu sedangkan Tao belum pulang saat saya sampai di rumah pukul 23:00.
Hari pertama di Bangkok bersama host saya Tao benar-benar menyenangkan sekali. Saya benar-benar merasakan kehidupan lokal, tidak sebagai turis. Banyak hal-hal menyenangkan diluar rencana yang terjadi dan tentunya menambah pengalaman saya. Jadi apalagi yang ditakutkan sebagai solo traveler?!
0 komentar:
Post a Comment